Beranda | Artikel
Faidah-Faidah Sakit
Senin, 28 Juni 2021

FAIDAH-FAIDAH SAKIT

Bismillah, alhamdulilah, washshalatu wassalamu ‘ala man laanabiya ba’dah, Amma ba’du:

Sesungguhnya sakit merupakan bagian dari cobaan yang mengandung banyak faedah bagi seorang muslim, namun mayoritas manusia tidak mengetahuinya, diantara faedah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sesungguhnya sakit merupakan penebus berbagai dosa dan menghapuskan segala kesalahan, sehingga sakit menjadi sebagai balasan keburukan dari apa yang dilakukan hamba, lalu dihapus dari catatan amalnya hingga menjadi ringan dari dosa-dosa. Hal itu berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya adalah:

  • Hadits Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” مَا يَمْرَضُ مُؤْمِنٌ وَلاَ مُؤْمِنَةٌ وَلاَ مُسْلِمٌ وَلاَمُسْلِمَةٌ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِذلِكَ خَطَايَاهُ كَمَا تَنْحَطُّ الْوَرَقَةُ مِنَ الشَّجَرِ”

Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah Subhnahu wa Ta’ala menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” [HR. Ahmad 3/346].

  • Hadits Ummul ‘Ala Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkunjung kepadaku dan aku sedang sakit, lalu beliau bersabda:

” أَبْشِرِي يَا أُمَّ الْعَلاَءِ, فَإِنَّ مَرَضَ الْمُسْلِمِ يُذْهِبُ اللهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْهِبُ النَّارُ خَبَث الذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ “

Bergemberilah wahai Ummul ‘Ala, sesungguhnya sakitnya seorang muslim dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menghilangkan kesalahannya dengannya, sebagaimana api menghilangkan karat emas dan perak.” [HR. Abu Daud no.3092].

Sebagian orang menduga bahwa keutamaan dan pahala yang terdapat dalam hadits-hadits ini dan yang semisalnya, hanya diperuntukkan bagi orang yang menderita sakit berat atau sakit parah, atau yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya saja, padahal sebenarnya berbeda dengan dugaan ini, karena seorang hamba akan mendapat pahala dari musibah yang menimpanya, sekalipun hanya sakit ringan, selama ia tetap sabar dan selalu meminta pahala.

Tidak disangsikan lagi bahwa setiap kali musibahnya lebih besar dan sakitnya sangat berat, maka akan bertambahlah pahalanya, akan tetapi sakit ringan juga tetap akan mendapat pahala.

2. Sesungguhnya sakit akan mengangkat derajat dan menambah kebaikan, dalil-dalil tentang hal itu adalah sebagai berikut:

  • Hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, ” Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةٌ فَما فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌُ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بهَا خَطِيْئَةٌ “

Tidak ada seorang muslimpun yang tertusuk duri, atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan” [HR. Muslim no. 2572].

  • Hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” مَا ضربَ عَلَى مُؤْمِنٍ عرق قَطُّ إِلاَ حَطَّ اللهُ عَنْهُ خَطِيْئَةً وَرَفَعَ لَهُ دَرَجَةً “

Tidak pernah seorang mukmin mendapat perlakukan zalim melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengugurkan kesalahan darinya dan meninggikan derajatnya” [HR. al-Hakim dan ia menshahihkannya serta disepakati oleh adz-Dzahabi]

Maka jelaslah dari penjelasan nash-nash ini bahwa disamping menghapuskan kesalahan, juga diperoleh peningkatan derajat dan tambahan kebaikan. Karena alasan inilah, imam an-Nawawi rahimahullah memberikan komentar setelah memaparkan hadits-hadits ini : “Di dalam hadits-hadits ini terdapat kabar gembira yang besar bagi kaum muslimin, bahwa tidak berkurang sedikitpun dari diri mereka, dan di dalamnya dijelaskan tentang penebus berbagai kesalahan dengan segala penyakit, segala musibah dunia dan duka citanya, sekalipun kesusahan itu hanyalah sedikit. Dan di dalamnya dijelaskan pula tentang pengangkatan derajat dengan perkara-perkara ini dan tambahan kebaikan”.[1]

3. Sesungguhnya penyakit merupakan sebab untuk mencapai kedudukan yang tinggi, hal itu di indikasikan oleh hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكُوْنَ لَهُ عِنْدَ اللهِ اْلمَنْزِلَةَ فَمَا يَبْلُغُهَا بِعَمَلِهِ فَمَا يَزَالُ اللهٌُ يَبْتَلِيْهِ بَمَا يَكْرَهُ حَتَّى يَبْلُغَهَا “

Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia tidaklah memperolehnya dengan amalan, Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya“[HR. al-Hakim dan ia menshahihkannya 1/495]

4. Sakit merupakan bukti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan terhadap hamba-Nya.
Hal itu ditunjukkan oleh hadits-hadits yang sangat banyak, diantaranya adalah:

  • Hadits Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ, وَلَيْسَِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ السَّرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ الضَّرَّاءُُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin : jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan jika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya” [HR. Muslim no. 2999]

  • Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ “

Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan dengannya, niscaya Dia menimpakan musibah kepadanya” [HR. al-Bukhari no.5645].

  • Hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

” إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ  فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا َومَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ “

Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai suatu kaum, Dia Subhnahu wa Ta’ala mencoba mereka, barangsiapa yang ridha maka untuknya keridhaan dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan” [HR. at-Tirmidzi no. 5645].

5. Sesungguhnya sakit membawa kepada muhasabah (intropeksi diri) dan tidak sakit membuat orang terperdaya.
Hukum ini berdasarkan kebiasaan, pengalaman dan realita. Sesungguhnya apabila seseorang menderita sakit, ia akan kembali kepada Rabb-nya, kembali kepada petunjuk-Nya, dan memulai untuk melakukan intropeksi terhadap dirinya sendiri atas segala kekurangan dalam ketaatan, dan menyesali tenggelamnya dia dalam nafsu syahwat, perbuatan haram serta penyebab-penyebab yang mengarah kepadanya –Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Paling Mengetahui-:

  • Sesungguhnya sakit membuat hamba merasakan akan dekatnya ajal dan kematian.
  • Bisa jadi karena rasa sakit yang diderita orang yang sakit membuatnya mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  • Dan bisa jadi pula karena sesungguhnya sakit itu mematahkan nafsu syahwat, maka jadilah keinginan hamba saat sakit adalah kesembuhan

Dari Sa’id bin Wahb rahimahullah, ia berkata: Aku berjalan bersama Salman Radhiyallahu anhu untuk mengunjungi temannya yang sedang sakit, maka ia berkata: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji seorang mukmin dengan bala, kemudian Dia Subhanahu wa Ta’ala menyembuhkannya, maka ia menjadi penebus bagi segala kesalahannya dan menjadi pelajaran bagi yang tersisa. Dan sesungguhnya Allah menimpakan bencana kepada orang fasik, kemudian Dia Subhanahu wa Ta’ala menyembuhkannya, maka ia bagaikan unta yang diikat oleh pemiliknya, ia tidak tahu kenapa mereka mengikatnya, kemudian mereka melepaskannya maka dia pun tidak mengetahui kenapa mereka melepaskannya[2].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Musibah yang engkau terima dengannya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuatmu lupa untuk berdzikir kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala[3].

6. Sesungguhnya sakit menjadi penyebab kembalinya hamba kepada Rabb-Nya.
Bagian ini merupakan pelengkap bagian sebelumnya, cobaan merupakan penyebab kembalinya hamba kepada Rabb mereka, yaitu pada saat Dia Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan terhadap mereka. Karena inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

[ وَلَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَى أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَآءِ وَالضَرَّآءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ]

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” [Al-An’aam/6:42]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

[ وَبَلَوْنَاهُم بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ]

Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)” [Al-A’raaf/7:168]

Yazid bin Maisarah rahimahullah berkata : Sesungguhnya hamba menderita sakit, sedangkan dia dalam keadaan tidak mempunyai amal kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan sebagian kesalahannya di masa lalu, kemudian keluarlah air matanya yang sebesar kepala lalat karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkannya dalam keadaan suci, atau Dia Subhanahu wa Ta’ala mengambilnya (mewafatkannya), maka Dia Subhanahu wa Ta’ala mengambilnya dalam keadaan suci[4].

7. Tetapnya amal ibadah orang yang sakit, selama sakit menghalanginya darinya.
Banyak sekali hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa amal ibadah orang yang sakit akan tetap dicatat, selama sakit itu menghalanginya dari beramal, yang kalau bukan karena sakit tentu ia tetap mengamalkannya, hal ini dijelaskan oleh hadits Abu Musa Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ مِثْلُ مَاكَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا “

“Apabila seorang hamba sakit atau melakukan perjalanan (safar), niscaya ditulis untuknya seperti amalan orang yang muqim (tidak bepergian) lagi sehat.” [HR. al-Bukhari no. 2996]

8. Sesungguhnya sakit merupakan penyebab masuk surga dan selamat dari neraka.
Adapun keadaan sakit menjadi penyebab selamat dari neraka, sebagaimana yang disebut kan bahwa demam adalah bagian (jatah) orang yang beriman dari neraka, hal itu ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” اَلْحُمَّى حَظُّ كُلِّ مُؤْمِنٍ مِنَ النَّارِ “

Demam adalah bagian setiap mukmin dari neraka

Adapun sakit menjadi penyebab masuk surga, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits bahwa orang yang kehilangan penglihatannya, lalu ia bersabar, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan surga kepadanya. Demikian pula perempuan yang terkena penyakit ayan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya bahwa jika ia bersabar, maka untuknya surga.

Dalil-dalil ini, dalam persoalan sakit demam dan ayan menunjukkan bahwa keduanya menjadi penyebab masuk surga.

Berbagai macam penyakit menjadi penebus berbagai macam kesalahan dan menambah kebaikan, dan keduanya menjadi penyebab masuk surga, karena sakit itu meringankan kesalahan hamba dalam timbangan dan menambah daun timbangan kebaikan.

Ditambah lagi, sesungguhnya sakit termasuk musibah yang tidak disukai hamba, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ “

Surga diliputi dengan segala yang dibenci dan neraka diliputi dengan nafsu syahwat” [HR. al-Bukhari no. 6487 dan Muslim no. 2822].

9. Sesungguhnya sakit itu memperbaiki hati.
Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Hati dan ruh mengambil manfaat dengan penyakit dan penderitaan, yang tidak bias dirasakan kecuali oleh orang yang memiliki kehidupan, sehingga kesehatan hati dan ruh digantungkan atas penderitaan badan dan tekanannya.[5]

Beliau juga mengatakan : Sebagaimana yang telah diketahui, sesungguhnya jika bukan karena berbagai cobaan dunia dan musibahnya, niscaya hamba mendapatkan berbagai penyakit sombong, bangga diri, dan keras hati, yang menjadi penyebab kebinasaannya, baik yang cepat (di dunia) maupun yang tertunda (di akhirat).

Maka kalau bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mengobati hamba-hamba-Nya dengan berbagai obat cobaan dan ujian, niscaya mereka akan berbuat zalim dan melampuai batas. Dan apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, Dia menuangi obat dari cobaan dan ujian menurut kadar kondisinya, dan mengosongkan dengannya dari penyakit-penyakit yang membinasakan, sehingga apabila Dia Subhanahu wa Ta’ala telah membersihkannya, Dia menempatkannya untuk martabat paling mulia di dunia, yaitu penghambaan, dan pahala tertinggi di akhirat, yaitu melihat-Nya dan dekat dengan-Nya Subhanahu wa Ta’ala[6].

10. Sesungguhnya sakit mengingatkan hamba terhadap nikmat kesehatan.
Terkadang seseorang akan terlena dengan kesehatan dalam waktu yang panjang, sehingga ia melupakan bertafakkur tentang kebesaran nikmat ini dan lalai dari bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ia dicoba dengan sakit, sehingga mengenal kadar yang besar tersebut, karena sakit membuatnya tidak bias memperoleh kepentingan agama dan dunia, karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَاْلفَرَاغُ “

Dua nikmat yang membuat manusia banyak terperdaya olehnya : nikmat sehat dan waktu luang” [HR. al-Bukhari no.6412]

Terkadang manusia mendapat kesempatan, akan tetapi ia tidak bias memanfaatkannya karena disibukkan oleh sakitnya. Nikmat adalah kesempatan yang tidak sempurna kecuali disertai oleh adanya kesehatan. Maka akan diperoleh rasa bersyukur terhadap kesehatan yang disebabkan oleh ingatan pada saat sakit karena besarnya kenikmatan tersebut.

11. Sesungguhnya sakit itu mengingatkan hamba terhadap kondisi saudara-saudaranya yang sakit.
Di saat sehat, seorang hamba terkadang mendapatkan penderitaan saudara-saudaranya yang sakit, baik penderitaan itu bersifat badaniyah, yang membuat penderita merintih, atau bersifat kejiwaan seperti rasa takut dari sakit dan akibatnya, ataupun penderitaan yang meliputi orang yang sakit dari keluarganya, lalu mereka terpengaruh karena sakitnya, terutama apabila penyakit yang diderita menyebabkannya berhenti bekerja, dan tidak ada pemasukan untuk keluarga serta anak-anaknya kecuali dari pekerjaannya saja, sehingga orang yang sakit menderita tekanan jiwa karena istri dan anak-anaknya yang mengelilingi, juga karena kurangnya pemasukan disertai penderitaan penyakit beserta dampaknya.

Demikian pula istri dan anak-anaknya, mereka menderita karena merasa kehilangan atas orang yang biasa membiayai hidupnya, maka bagaimana apabila ditambah kepadanya seluruh biaya pengobatan dan yang lainnya. Maksudnya adalah bila hamba mengalami penderitaan seperti itu dan persoalan menjadi bertumpuk-tumpuk atasnya, maka sesungguhnya hal ini akan membuatnya mengingat kondisi saudara-saudaranya yang sakit, yang penghasilannya lebih rendah darinya dan lebih lemah kondisinya serta lebih banyak anaknya, sehingga ia meratapi kondisi mereka dan hal itu dapat mendorongnya untuk membantu mereka dan anak-anak mereka dengan memberikan nafkah dan sedekah serta yang semisalnya.

12. Sakit membuat hamba mendapatkan teman-teman baru.
Apabila orang yang sakit terbaring di tempat tidur putih, maka sesungguhnya ia akan mengenal sesame saudara-saudaranya yang sakit, sama saja yang berada bersamanya dalam satu kamar atau dalam satu bagian, ditempat mereka shalat bersamaya itu mushalla dan saling mengenal satu sama lain. Hal ini akan membuat dia memperoleh teman-teman baru yang mendoakannya dan diapun mendoakan mereka, terkadang hubungan bias terus berlangsung dalam waktu yang lama hingga setelah sakit, dan diantara penyebab dikabulkannya doa adalah doa orang yang sedang sakit.

Alangkah besarnya nikmat seorang hamba jika dapat memperoleh banyak teman yang sakit, lalu mereka memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berdoa untuknya dan menyebutnya dengan kebaikan, karena ia telah memberikan kebaikan kepada mereka. Siapakah dari kaum muslimin yang tidak menginginkan doa dari sesama saudaranya, terutama jika orang-orang yang berdoa itu adalah yang sangat dekat untuk dikabul doanya?

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menyembuhkan kaum muslimin yang sakit, memperbaiki hati dan perbuatan mereka, sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala Maha mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam, dan semoga rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, kesejahteraan, dan berkah-Nya selalu tercurah kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad, keluarganya serta para sahabatnya sekalian.

[Disalin dari من فوائد المرض Penulis Ibrahim bin Muhammad al-Huqail, Penerjemah Team Indonesia, Murajaah Zulfi Askar, Abu Ziyad (Sumber : Dar ibnu Khuzaimah). Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2007 – 1428]
______
Footnote
[1] Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 16/193.
[2] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10813
[3] Tasliyatuahli al-Masha`ib.
[4] ‘Iddatush Shabiri 155.
[5] Syifa`ul ‘alil 524.
[6] SyaifaulGhalilhal. 524.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/35425-faidah-faidah-sakit.html